Jakarta – Ipda Denny Mahieu jadi korban dalam ledakan bom yang berlangsung di pos polisi Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis 14 Januari 2016 kemarin.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 Th. 2003 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, korban memperoleh kompensasi serta restitusi dari negara. Tetapi, Denny Mahieu mengakui tidak sempat menerimanya.
Hal tersebut tersingkap waktu Denny bersaksi untuk terdakwa Oman Rochman dengan kata lain Aman Abdurrahman yang disangka otak dari peledakan bom Thamrin tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat 23 Februari 2018.
Menurutnya, waktu melakukan perawatan di Tempat tinggal Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo, cost penyembuhan dijamin oleh komandannya. Walau sebenarnya, Denny memperoleh perawatan medis sepanjang sebulan.
” Dari negara hingga saat ini tak ada. Saya dengan jujur begitu membutuhkan kompensasi, ” kata Denny.
Dia menyebutkan, dia sudah memajukan konpensasi dengan korban bom Thamrin yang lain ke Instansi Perlindungan Saksi serta Korban (LPSK). Tetapi, hingga saat ini, mereka belum juga memperoleh jawabannya.
” Kami telah diserahkan LPSK tersebut rincianya, ” tutur Denny.
Momen bom Thamrin menaruh masa lalu pahit untuk beberapa korban. Satu diantaranya Denny Mahieu. Ia mesti kehilangan samping pendengarannya. Diluar itu, dalam kesehariannya Denny butuh konsumsi obat tidur. Rutinitas ini, untuk kurangi rasa sakit yang kadang-kadang menyerang kepalanya.
” Samping kanan gendang telingga pecah. Tapi sekalipun saya tidak trauma. Ini adalah kemungkinan dalam bertugas, ” tutur dia.